Sunday, November 15, 2009

5 Dampak Pemanasan Global terhadap Cuaca



Saat ini, banyak orang setuju bahwa Global Warming sedang terjadi, namun sebagian orang mengalami kesulitan untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Global Warming atau pemanasan global sering diartikan bahwa kita akan mengalami musim panas yang lebih panas, dan musim dingin yang tidak terlalu dingin, namun sebetulnya keadaannya jauh lebih serius daripada anggapan tersebut.
Pemanasan global mengakibatkan pola cuaca rumit, yang beragam dan saling bertentangan. Cuaca panas, cuaca dingin, gelombang panas, badai, hal-hal tersebut disebabkan oleh perubahan iklim.

Berikut adalah lima efek pemanasan global pada cuaca yang telah kita lihat, dan akibatnya pada masa depan kita:

Badai Kuat
Badai terbentuk dari air laut. Pemanasan global berarti suhu permukaan laut yang lebih tinggi. Para ilmuwan mencari hubungan antara suhu air laut yang lebih tinggi yang dikarenakan oleh pemanasan global dengan frekuensi badai yang lebih sering dan badai yang lebih kuat. Menurut Environmental Defense Fund, badai Atlantik meningkat dalam jumlah dan intensitas sejak 1970.
Pada tahun 2008, riset dari Nature melaporkan bahwa rata-rata suhu suhu laut tropis telah meningkat sekitar 0.5 derajat Celcius sejak 1970. Setiap peningkatan suhu satu derajat, akan terjadi 31% peningkatan badai kategori 4 dan 5. Beberapa ilmuwan memperkirakan suhu laut akan naik hingga mencapai 2 derajat pada tahun 2100.

Kekeringan
Banyak ilmuwan memperkirakan pemanasan global akan mengakibatkan kekeringan menjadi lebih umum dan lebih parah. Suhu rata-rata yang lebih tinggi yang diakibatkan oleh pemanasan global akan mengakibatkan penguapan air tanah lebih cepat dan banyak air menguap di udara. Ketika tidak ada air yang tersisa di tanah, panas matahari akan mengeringkan tanah dan membuat tanah tersebut sulit untuk ditanami.
Sebagai tambahan, kekeringan dapat menjadi sebuah siklus. Ketiadaan air di tanah menyebabkan tidak dapat tebentuknya awan hujan, dan membuat tanah semakin kering. Hal ini membawa risiko bagi tanaman, ternak, dan persediaan air minum.

Hujan Lebat
Pemanasan global tidak hanya menyebabkan badai yang lebih intens, tapi suhu yan glebih hangat dapat menyebabkan salju jatuh sebagai hujan. Tingkat hujan besar telah meningkat dalam satu abad terakhir dan banyak ilmuwan memperkirakan bahwa banjir yang langka, dan ekstrim seperti pada masa lalu akan terjadi lebih sering.

Gelombang Panas
Gelombang panas didefinisikan sebagai suatu periode tiga hari atau lebih dimana suhu mencapai lebih dari 90 derajat Fahrenheit. Gelombang panas dapat membahayakan tanaman dan mengakibatkan padamnya listrik dan kebakaran serta sangat berbahaya bagi manusia. Antara tahun 1979 dan 2003, 8015 orang meninggal akibat gelombang panas. Peningkatan emisi karbon menyebabkan suhu yang lebih hangat di seluruh dunia dan gelombang panas akan menjadi lebih umum.

Kebakaran Hutan

Lemahnya pengelolaan hutan tidak lagi dilihat sebagai penyebab utama dibelakang kebakaran hutan melainkan adanya spike dalam suhu yang disebabkan oleh pemanasan global. Tidak hanya panas, udara kering juga meningkatkan kemungkinan terjadinya api, serta memperpanjang rentang hidup serangga pemakan tumbuhan, yang menciptakan banyak tumbuhan kering dan mati yang dapat terbakar dengan mudah.
Sejak tahun 1986, musim panas yang lebih hangat dan panjang telah meningkatkan jumlah kebakaran hutan sebanyak empat kali lipat, dengan jumlah area yang terbakar enam kali lebih banyak, menurut majalah Science.

Telesurgery, masa depan dunia medis



Kemajuan dunia teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh pengguna internet saja. Kini, kemajuan itu ikut pula dirasakan oleh dunia kedokteran. Salah satu terobosan tersebut adalah fasilitas Remote Surgery. Teorinya, dengan adanya fasilitas ini, seorang dokter di Jakarta dapat melakukan operasi kepada pasiennya di Papua hanya dengan bantuan koneksi internet dan robot.

Apa sebenarnya Remote Surgery? Remote Surgery atau telesurgery, adalah kemampuan bagi dokter untuk melakukan operasi kepada seorang pasien dari tempat yang berbeda. Telesurgery merupakan perpaduan dari elemen-elemen robotik, koneksi data berkecepatan tinggi dan elemen-elemen sistem informasi manajemen. Telesurgery yang pertama kali dilakukan terjadi pada tanggal 7 September 2001, Dr Jacques Marescaux dari New York melakukan operasi gallbladder kepada seorang pasien yang terletak 6.230 km jauhnya, tepatnya di Strasbourg, Perancis. Operasi ini dinamakan Project Lindbergh, didasarkan dari Charles Lindbergh, seorang pionir penerbangan translantic dari New York ke Paris. Operasi ini dilakukan menggunakan jalur fiberoptic untuk memastikan terjaminnya konektivitas dan meminimalkan waktu tunda.

Sampai sekarang, telesurgery telah dilakukan berulang kali di berbagai tempat. Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah membuat ruangan remote surgery menjadi sangat dispesialisasikan. Di Advanced Sirgical Technology Centre di Mt. Sinai hospital di Toronto, Canada misalnya, ruang operasi dapat merespon perintah suara ahli bedah untuk mengontrol barbagai peralatan yang terdapat dalam ruang operasi, termasuk pencahayaan, posisi meja bedah, dan peralatan bedah itu sendiri.

Saat ini, telesurgery bukan sebuah teknologi yang dapat tersebar luas dengan mudah, hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dari pemerintah. Sebelum diterima dalam skala yang kebih luas, banyak isu-isu yang harus diselesaikan. Misalnya pembuatan protokol klinik, pelatihan, dan kecocokan peralatan secara global harus dikembangkan. Selain itu, kehadiran anesthesiologist dan ahli bedah cadangan pada tempat operasi masih diperlukan seandainya terjadi gangguan komunikasi atau malfungsi robot.

Ketersediaan bandwidth yang besar dan komputer yang mendukung juga merupakan salah satu kunci utama keberhasilan proses telesurgery ini. Di Indonesia, belum semua daerah dapat merasakan koneksi internet cepat apalagi memiliki peralatan robotik yang wajib dimiliki apabila ingin melakukan operasi ini. Seorang ahli bedah di Jakarta tidak dapat melaksanakan operasi terhadap pasiennya di Papua dikarenakan tidak adanya koneksi internet dan peralatan yang mendukung. Hal ini , merupakan salah satu alasan mengapa telesurgery masih belum dapat diterapkan secara maksimal di Indonesia. Namun dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, diharapkan telesurgery tidak hanya dapat dinikmati di kota-kota besar, namun juga dapat dinikmati di tempat-tempat terpencil.